Halaman

Sabtu, 15 Juni 2013

Berakhlak Baik Kepada Muslim yang Lain

Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya seperti bangunan yang saling mengokohkan satu dengan yang lain.” (HR. Bukhari – Muslim).
Meski Rasulullah Saw berkali-kali mengingatkan umatnya tentang arti persaudaraan, namun tetap saja diantara kita saling menyakiti, saling merendahkan dan saling menjatuhkan satu sama lain. Simaklah nasihat Rasulullah Saw sekali lagi.
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”(QS.al-Hujuraat:10).

Senin, 20 Mei 2013

Setia Menunggumu

Siang-siang sambil nungggu jam 13.00. Biasalah, mau pergi ada acara mantenan. Tiba-tiba pengen ngobrol di beranda rumah kita. Kyaaa..... Gak panas tuh? Tidak lah yaau... Banyak po'on di depan. Nggak ding. Cuma po'on mangga doang yang tumbuh tinggi dan rindang menaungi. Hmmm.... Meskipun akhirnya dipublish esok harinya. Wakakaaaa......

Bicara mantenan, seringkali orang akan menanyakan, "Jenk Zara, kok sendirian terus? Kapan menikah?"
Waks... ditanyain lagi deeh... okay okay...

Akhirya....
*pasang tampang serius, tarik nafas sekali namun dalam*
"Jadi begini Bu. Suatu saat saya pasti menikah. Jodoh saya itu sudah ditulis oleh ALLAH Azza wa Jalla, Tuhan saya yang Maha Rahman Rahim. Hanya saja sang pangeran ini belum mendatangi saya. Sepertinya ALLAH berkata, sek mas, tunggu dulu. Tunggu saat yang tepat untuk menikahi Zara. Lalu kepada saya, ALLAH berkata, Zara tunggu dulu yak, ntar lagi. Sabar ya."

Si Ibu pun cuma tertawa dan, "ah, Jenk Zara ni bisa aja. Kalo bisa siy nikah dulu baru lanjut sekolah." Tambahnya bernasihat. Aku pun cuma "hehe...". *cengengesan dot com*

Eeeennnn..... sebelum acara mantenan ituuuu.... my lovely mom berceramah panjang kali lebar kali tinggi. Bener-bener penuh volume deh. Mau tau???

Jumat, 10 Mei 2013

Ketika Amalan Tercampuri Keinginan Dunia


Niat ikhlas bagi amal shalih ibarat ruh bagi jasad. Jika ruh lepas dari jasad maka ia akan mati. Begitu juga niat ikhlas, apabila hilang dari amal shalih, maka amal akan sia-sia. Dan yang dimaksud ikhlas adalah beramal untuk Allah semata.

Al-Fudhailbin ‘Iyadh – rahimahullah – berkata:
إِنَّ اْلعَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا أَنْ يَكُوْنَ عَلَى السُّنَةِ
Sesungguhnya amal itu apabila ikhlash tetapi tidak shawab maka tidak akan diterima. Dan jika shawab tetapi tidak ikhlash maka juga tidak akan diterima, hingga terdapat ikhlas dan shawab. Dan ikhlash itu adalah karena Allah dan shawab itu sesuai dengan sunnah.”

Jumat, 03 Mei 2013

Wahai Sepasang Suami Istri, Di mana Cinta Itu?


Hubungan suami istri akan terus berkembang dan mengakar ketika antara keduanya berbagi cerita dan saling berbicara tentang hal-hal yang dianggap baru. Hal ini akan menjadikan hubungan mereka lebih kuat terikat oleh cinta kasih yang lebih dalam lagi. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

الأرواحُ جنودٌ مجنَّدةٌ فما تعارفَ منها ائتلفَ وما تَناكرَ منها اختَلفَ

“Ruh-ruh itu adalah tentara-tentara yan kompak dan tersusun rapi. Beberapa ruh yan merasa cocok akan terjali erat dan ruh yang tidak cocok satu sama lain akan saling menjauhi” ( HR Muslim 2638/159, HR Bukhari 3336)

Maka berhati-hatilah, jangan membiasakan untuk membisu antar suami istri. Hal ini hanya aka membuat kehidupan antara keduanya terasa tegang bagai asrama tentara. Jika seperti itu, yang ada hanyalah perintah-perintah suami dan tunduk patuh si istri. Yang terlontar dari sang suami hanyalah kata-kata, “Ambillah, berikanlah, makanlah, minumlah, berdirilah, duduklah, kemarilah, pergilah, tidurlah, bengunlah, apa yang kau kenakan?” Kata-kata itu terus terulang setiap hari hingga menjadikan kehidupan suami istri terasa dingin dan tegang. Lalu di mana cinta itu? Di mana kasih sayang itu? Di mana perasaan rindu itu? Di mana obrolan tentang keindahan dua bola mata, kemerduan suara, kelembutan perasaan, dan di mana harumnya tubuh suami istri itu? Di mana pujian untuk pakaian dan tubuh yang bersih itu? Di mana kata-kata terimakasih dan doa saat memperoleh rezeki? Ke mana hari libur dan jalan-jalan bersama keluarga? Di mana hari-hari indah pada waktu bulan madu dulu? Di mana tingkah laku manja yang lucu dan menggairahkan antara suami istri itu? Gerak langkah yang bebas dan penuh canda tawa, di manakah semua itu? Di mana obrolan tentang kepuasan pada kehidupan sederhana yang dulu itu? Di mana rasa toleransi yang tinggi antara engkau dan suamimu itu? Di mana rasa berkecukupan dan ridha pada sesuatu yang pas-pasan itu? Di mana hari yang begitu indah itu, yaitu hari dimana engkau merasa rumah kecil mungilmu itu sebagai surga yang luas karena hatimu yang lapang dan bersih? Di mana silaturahmi keluargamu, saat kedua tangan saling berpegangan, saling berbaik sangka, tak ada hasad dan dengki? Di mana hari-hari yang penuh kerinduan suami terhadap istri? Karena sekarang si suami pergi begitu saja dan bahkan tidak pulang ke rumah kecuali untuk urusan pekerjaan.

Wahai sepasang suami istri, bangunlah gedung yang tinggi berisi cinta dan kasih sayang agar engkau saling berkasih rindu di dalamnya. Tapi selalu berhati-hatilah pada setan yang telah meletakkan istana kelicikan dengan mengutus tentara-tentaranya agar menghancurkan rumah tangga pasangan suami istri yang damai tadi. Setan-setan pun berguman “Aku tak akan meninggalkan pasangan suami istri ini sebelum aku berhasil memisahkan mereka berdua.” (HR Muslim 2813/67)

***

artikel muslimah.or.id
Diketik ulang dari buku Memikat Hati Suami (Judul Asli: Kaifa Tashilina ila Qalbi Zaujik?), Imad Al Hakim, Penerbit Insan Kamil

HUKUM MENIKAH DENGAN PEZINA


Secara umum Al-Qur’an menjelaskan bahwa pezina tidak menikahi kecuali dengan pezina pula atau orang musyrik, dan diharamkan bagi orang beriman menikahi atau dinikahi mereka. Hal ini digambarkan oleh Allah swt dalam firmannya:

 “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min”. (QS. 24:3)


Nasihat Seorang Pezina Kepada Nabi Yahya as


Islam melarang umatnya untuk mengganggu orang mukmin. Karena menghormati seorang mukmin lebih mulia dari penghormatan kepada Kabah. Selain itu, mengganggu seorang mukmin memiliki dampak luas dan hati yang terluka tidak mudah disembuhkan dan bisa jadi luka ini tidak sembuh sampai bertahun-tahun.

Pada tahap awal, manusia harus berusaha untuk tidak menyakiti hati orang lain. Karena bila terjadi, semoga tidak, maka harus segera dilakukan upaya untuk mengobatinya. Kondisi ini juga sama terkait seorang yang melakukan perbuatan dosa.

Jangan sampai kita mengecam seseorang yang melakukan perbuatan dosa. Yang harus dilakukan adalah melarangnya dari perbuatan dosa. Perlu diperhatikan bahwa sangat berbeda antara mengecam dan melarang dari perbuatan dosa. Ketika menghadapi seorang yang berbuat dosa, kita harus memilah dengan benar menggunakan cara melarang atau mengecam.

Berikut ini adalah kisah bagaimana Nabi Isa dan Yahya as dalam menghadapi orang yang berbuat dosa dari lisan Imam Shadiq as. Kisah kedua nabi ini mengandung pelajaran bagi mereka yang ingin melakukan kewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar.

Selasa, 30 April 2013

Tak Hanya Wanita yang Harus Bercermin


Dalam sebagian konflik rumah tangga, terkadang istrilah yang sering merasa bersalah. Hal ini dikarenakan fitrah wanita yang lebih mendahulukan perasaannya yang lembut. Sehingga mungkin kesalahan itu berasal dari suami namun sang istri yang capek-capek berkaca (introspeksi diri). Dengan demikian mana mungkin konflik akan selesai sedangkan sumber masalahnya tidak mau untuk menyatakan bahwa dirinya keliru.

Artikel ini sekaligus untuk membuka hati nurani setiap suami agar lebih berintrospeksi diri agar tercipta keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Sudah benarkah diri Anda wahai para suami? Keluarga yang diidam-idamkan oleh setiap pasangan suami istri adalah keluarga yang bahagia dunia hingga akhirat, bersatu padu dan bahu membahu untuk melewati masa didunia yang hanya sebentar ini, mengalahkan hawa nafsu dan melakukan ketaatan-ketaatan kepada-Nya.

Di bawah ini akan dikemukakan 10  gambaran ringkas tentang kesalahan-kesalahan penting yang banyak dilakukan para suami:

Sabtu, 27 April 2013

‘Mesranya Rasulullah…’ Ayo Ikuti !


Bismillahirrahmanirrahim.
Bermesraan  adalah upaya  dari  suami  isteri  untuk  menunjukkan  kasih sayang ,  Rasulullah saw pun  merasakan  pentingnya  bermesraan  dengan Isteri , sehingga  beliaupun  menghias  hari-hari dalam  keluarga ( Isteri )penuh  dengan kemesraan . hal  tersebut  tercermin  dalam  hadits-hadits seperti  dibawah  ini :

Pengaruh Doa dan Dzikir Dalam Kehidupan Seseorang


Kita telah banyak MENGETAHUI/MENGILMUI dzikir-dzikir dan doa-doa yang datang dari Allah (al Qur-aan) dan RasulNya (as Sunnah Shahiihah)…
Akan tetapi pertayaannya… “Apakah kita memperhatikan PENGARUH dari dzikir tersebut dalam diri-diri kita?”


Menguak Sebab Laki-laki Melakukan KDRT


Oleh: Sri Yulita Pramulia Panani

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah bahasan yang paling populer sampai hari ini. Isu KDRT semakin naik ke permukaan ketika media pun tidak ketinggalan memberi sorotan pada korban dan pelakunya. KDRT bisa terjadi pada siapapun tidak memandang profesi, jabatan, usia, siapapun bisa mengalami tindak kekerasan ini. Walaupun, UU tentang KDRT sudah ada yaitu UU no 23 tahun 2004, berbagai bentuk kampanye dan sosialisasi anti KDRT dilakukan, tetapi tetap saja angkanya tidak mengalami penurunan justru makin bertambah.

Selasa, 23 April 2013

Perkataan akan diingat sesuai kadar keikhlashan


Berkata salah seorang salafush shaalih:
إِنَّمَا يُحْفَظُ حَدِيثُ الرَّجُلِ عَلَى قَدْرِ نِيَّتِهِ
“Perkataan seseorang akan diingat sesuai dengan kadar niatnya (keikhlashannya)”.
(ad-Darimiy)
Berkata sebagian ulama salaf :
لا تنفع الموعظة إلا إذا خرجت من القلب فإنها تصل إلى القلب فأما إذا خرجت من اللسان فإنها تدخل من الأذن ثم تخرج من الأخرى
“Nasihat tidak bermanfaat kecuali jika keluar dari dalam hati, kerana nasihat tersebut akan sampai pula ke hati. Tapi jika nasihat tersebut sekedar keluar dari lisan, maka hanya akan masuk ke dalam telinga kemudian keluar melalui telinga yang lain.”
(Latha-if Al-Ma’arif).


Atas nama cinta


Kala hati mencinta...
Lara tak terasa, derita jadi biasa

Kala hati mencinta

Kesakitan adalah keindahan
Kebencian hilang berganti kerinduan

Kala hati mencinta

Kerapuhan menguatkan
Perbedaan melengkapkan

Kala hati mencinta

Hanya doa yang terlantun mendamba
Lirih dalam kata, ramai dalam asa

Ya Rabb Ya Muqollibul Qulub

Sesungguhnya Kau lah pemilik hati ini
Yang Kuasa atas apa yg terjadi pada hati ini
Tak akan ada lara cinta dan hati nelangsa
Ketika tentangMu, hanyalah cinta

Selaksa rasa


Selaksa rasa tertata dalam kata
Menggubah nada asa yang terluka
Lantunkan syair melirih perih

Selaksa rasa menggema di penjuru malam
Gaungkan kerinduan sayatkan perasaan
Syahdukan ruangan jiwa yang pelan menghampa

Ketika selaksa rasa tak mampu lagi terkata
Tertawan diam dalam kenangan
Hanya suraman yang membayang dalam pejaman mata

Ya Rabbi Yaaa Rabbiiii Yaaa Rabbiii...
Aku cuma punya Engkau saat ini dan selamanya...

Rabu, 17 April 2013

Untukmu yang belum halal untukku....


Duhai kekasihku, 
pikiranku terbangkan khayalan akan sebuah pertemuan yang menyenangkan membahagiakan. 
Sementara engkau belum halal untukku.

Hingga kusyairkan kegilaan selayaknya seorang Rumi

"Kupeluk engkau dan setelah itu jiwa terus merindu
Adakah kedekatan setelah pelukan?
Kupenuhi mulut dengan air agar hilang dahagaku
Namun setiap teguk hanya menambah rasa haus
Wahai engkau yang buat jiwaku selalu bergelora
Sampai saatnya dua jiwa kita bersatu"

Selasa, 16 April 2013

Penyumbat Saluran Rezeki


Allah SWT menciptakan semua makhluk telah sempurna dengan pembagian rezekinya. Tidak ada satu pun yang akan ditelantarkan-Nya, termasuk kita. Karena itu, rezeki kita yang sudah Allah jamin pemenuhannya. Yang dibutuhkan adalah mau atau tidak kita mencarinya. Yang lebih tinggi lagi benar atau tidak cara mendapatkannya. Rezeki di sini tentu bukan sekadar uang. Ilmu, kesehatan, ketenteraman jiwa, pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula rezeki, bahkan lebih tinggi nilainya dibanding uang.

Sebab sebab Hati (Qalbu) Mengeras


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Maka celakalah bagi mereka yang keras qalbunya dari berdzikir kepada Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (Az-Zumar: 22)

Tidaklah Allah memberikan hukuman yang lebih besar kepada seorang hamba selain dari kerasnya qalbu dan jauhnya dari Allah subhanahu wa ta’ala. An-Naar (neraka) adalah diciptakan untuk melunakkan qalbu yang keras. Qalbu yang paling jauh dari Allah adalah qalbu yang keras, dan jika qalbu sudah keras mata pun terasa gersang. Qalbu yang keras ditimbulkan oleh empat hal yang dilakukan melebihi kebutuhan: makan, tidur, bicara, dan pergaulan.

Jangan Mencari-cari Kesalahan Orang Lain


Ada dari kita  yang selalu punya kecenderungan untuk menjadi sosok yang gemar sekali mencari-cari kesalahan orang lain. Lihat saja betapa mudahnya seseorang menuntut dan mengkritik orang lain. Sebenarnya boleh-boleh saja mengkritik teman atau siapa pun, tapi dalam menyampaikan kritik, saran atau sebuah koreksi, sebaiknya kita tetap menghormati orang yang kita kritik.  Karena itu dalam menyampaikan informasi yang sifatnya sebuah koreksi, sebaiknya kita menyampaikannya dengan cara yang baik, ramah dan lembut. Dan jangan pernah menyampaikan dengan cara yang langsung menyudutkan dan menyalahkan, tapi kemukakanlah pendapat kita dengan cara yang baik, santun dan bijak.

Taubat - Aku Ingin Bertaubat


"Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah Allah mengampuni dosa-dosaku?!"
Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat Allah, cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.


Jika aku jatuh cinta


Jika aku jatuh cinta, maka jagalah cinta itu Ya Rabb, supaya tak melebihi cintaku padaMu

Jika aku sedang merindu, jagalah rindu itu Ya Rabb, supaya tak melebihi rinduku padaMu

Jika aku selalu mengingat dan menyebut nama hambaMu yang aku cinta, Ya Rabb, maka tolonglah aku untuk lebih mengingatMu dan menyebut namaMu. Ya Arsyil Adzim...

Jika tangisku pecah karena cemburuku atas hambaMu yang aku cinta Ya Rabb, maka ingatkan aku, bahwa cemburuMu atas hambaMu lebih besar. Karena Kau lah Sang Maha Cinta Rahman dan Rahim

Jika aku sakit karena merananya hati akibat hambaMu yang aku sayang tinggalkan aku, maka janganlah Engkau tinggalkan aku pula hingga makin merana hati ini

Jika aku bahagia karena adanya hambaMu yang aku cinta, maka jagalah agar bahagiaku tak membuatku lupa padaMu

Jika hambaMu yang aku cinta tak lagi di sisiku, maka pertemukanlah aku dengannya suatu saat nanti di surgaMu

Jika aku membuat luka pada hambaMu yang aku cinta, maka sembuhkan luka itu dan gantilah dengan bahagia yang tiada tara

Jika Engkau mengujiku dengan hambaMu yang aku cinta Ya Rabb, maka ujilah dengan ujian yang justru semakin mendekatkan aku padaMu

Jika aku jatuh pada maksiat dengan hambaMu yang aku cinta Ya Rabb, maka bawalah kami pada ampunanMu, Ya Rabbul Ghafur

Ya Rabb, Kau pertemukan aku dan pisahkan aku pula dengan hambaMu, ...... Engkau lah yang terbitkan rindu dan cinta atas dirinya, dan Kau lah yang berkuasa atas kami berdua. .

Dan Jika aku tiba2 membenci hambaMu yang aku cinta Ya Rabb, maka tahanlah lidahku supaya cuma bisa berdoa untuk kebaikannya.

Jika hambaMu yang aku cinta menjadi membenciku Ya Rabb, maka jadikan benci itu hanya karenaMu, bukan karena amarah dan nafsu belaka

Jika rasa cinta manusia telah pergi Ya Rabb, maka sadarkan lah aku slalu. bahwa sesungguhnya Engkau lah cinta yang sebenar2nya.

Rabb, aku hanya seorang kecil, fakir, lemah dan tak mampu apa-apa tanpaMu, maka aku mohon ridho dan Rahman RahimMu. Dan kuserahkan diriku pada ketentuanMu

Minggu, 14 April 2013

Ucapkanlah perkataan yang LEBIH BAIK (Tafsir al-Isra: 53)


Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Isra’;
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
“Dan katakanlah kepada para hamba-Ku hendaknya mereka mengatakan perkataan yang lebih baik, sesungguhnya syaithan itu melakukan hasutan di antara mereka. Sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagi manusia.”(Al-Isra: 53)

Sabtu, 06 April 2013

Ta’ati Suamimu, Surga Bagimu


Dalam bingkai rumah tangga, pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Suami sebagai pemimpin, berkewajiban menjaga istri dan anak-anaknya baik dalam urusan agama atau dunianya, menafkahi mereka dengan memenuhi kebutuhan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggalnya.

Tanggungjawab suami yang tidak ringan diatas diimbangi dengan ketaatan seorang istri pada suaminya. Kewajiban seorang istri dalam urusan suaminya setahap setelah kewajiban dalam urusan agamanya. Hak suami diatas hak siapapun setelah hak Allah dan Rasul-Nya, termasuk hak kedua orang tua. Mentaatinya dalam perkara yang baik menjadi tanggungjawab terpenting seorang istri.

Mataku Tidak Bisa Terpejam Sebelum Engkau Ridha


Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ فِي الْجَنَّةِ؟قُلْنَا بَلَى يَا رَسُوْلَ الله كُلُّ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيْءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِيْ فِي يَدِكَ، لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ حَتَّى تَرْضَى

“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380)

Selasa, 02 April 2013

Dimanakah surgamu, wahai para suami?


Perkawinan merupakan suatu tuntutan agama dalam menjaga fitrah makhluk ciptaan-Nya. Perkawinan merupakan satu jalan mencapai keredhaan Allah dalam menuju syurga-Nya. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk kawin seperti firman-Nya:
“Dan kawinlah orang bujang (Lelaki atau perempuan) dari kalangan kamu, dan orang yang salih dari hamba-hamba kamu, lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah swt akan memberikan kekayaan kepada mereka dari limpa kurnia-Nya, kerana Allah swt Maha Luas (rahmat-Nya dan limpah kurnia-Nya), lagi Maha Mengetahui” (Surah An-Nur 24:32)
Kekayaan yang dianugerahi Allah ini bukan semata-mata dalam konteks rupiah dan harta, tetapi kekayaan diri yang merasakan diri cukup dengan nikmat-nikmat Allah yang seterusnya mendekatkan kita dengan syurga-Nya. Tanyalah pasangan yang telah menikah, pasti mereka berasa nikmat Allah itu meliputi mereka kerana isteri itu tidak lain tidak bukan adalah anugerah Allah.

Empat Racun Hati

Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Råsulullåh (shållallåhu 'alaihi wa sallam), keluarganya, para sahabat dan para pengikut yang setia sampai hari kiamat. Amma ba'du. 

Allåh subhanahu wa ta'ala berfirman,

:Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabnya."(Al-Isra': 36)

Sesuatu yang paling mulia pada diri manusia ialah hatinya. Peran hati terhadap seluruh anggota badan, ibarat raja terhadap para prajuritnya. Semua bekerja atas dasar perintahnya dan tunduk kepadanya. Pada kemudian hari nanti, hati akan ditanya tentang para prajuritnya. Sebab setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.

Janganlah kekesalanmu membuatmu berlaku zhalim!


Kesal ketika hawa nafsumu diganggu memanglah kewajaran, tapi jangan kekesalanmu tersebut membuatmu memusuhi para pembawa kebenaran. Ingatlah! Temanmu yang menasehatimu untuk meniti kepada kebenaran sudah seharusnya engkau cintai, dan sudah seharusnya engkau tidak kehilangannya. Kehilangannya merupakan kerugian yang sangat besar! berhati-hatilah!

Anjuran melakukan perintah dan menjauhi larangan Rosululloh (ﷺ) semampunya dan larangan banyak bertanya


Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, menceritakan bahwasanya beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, yang artinya : ” Apa yang aku larang kalian dari (mengerjakan)-nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian untuk (melakukan)-nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, karena sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang yang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan-pertanyaan mereka (yang mereka ajukan) dan perselisihan mereka dengan para Nabi-Nabi (yang diutus kepada) mereka “. (H.R.Bukhari dan Muslim).


Takhrij Hadits secara global
Hadits dengan lafazh diatas dikeluarkan oleh Imam Muslim saja dari riwayat az-Zuhri dari Sa’id bin al-Musayyab dan Abu salamah; keduanya dari Abu Hurairah, begitu juga dikeluarkan oleh Imam Bukhari, Imam Ahmad dan an-Nasai serta ditashhih oleh Imam Ibnu Hibban.
Makna Hadits secara Global
Dalam hadits tersebut kita diperintahkan untuk hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan menjauhi apa saja yang dilarang oleh beliau. Larangan tersebut dimaksudkan agar kita tidak terjebak dengan apa yang telah menimpa umat-umat terdahulu yang hancur dan binasa gara-gara terlalu banyak bertanya kepada Nabi-Nabi mereka tentang sesuatu yang tidak ada faedahnya begitu juga seringnya mereka berselisih dan membantah Nabi-Nabi mereka tersebut.
Penjelasan Tambahan
Banyak hadits-hadits lain yang senada dengan hadits tersebut yang menunjukkan larangan bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu dan justru memojokkan posisi si penanya sendiri seperti pertanyaan seseorang yang menanyakan kepada Nabi bagaimana nasibnya nanti, apakah di neraka atau di surga ? atau yang bertanya tentang nasabnya, dan lain-lainya. Begitu juga larangan bertanya perihal yang sia-sia, atau dengan maksud mengejek atau dimaksudkan untuk menyombongkan diri/berkeras kepala sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Munafik dan selain mereka.
Pertanyaan serupa yang juga dilarang adalah mempertanyakan ayat-ayat dengan tujuan untuk sekedar menunjukkan kekerasan hati dan penolakan terhadapnya seperti yang dilakukan oleh kaum Musyrikun dan Ahlul Kitab. Begitu juga larangan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar hal-hal yang hanya diketahui oleh Allah semata dan tidak dapat diketahui oleh manusia, seperti bertanya tentang kapan saat kiamat terjadi dan tentang ruh.
Hadits-Hadits tersebut juga berbicara tentang larangan bagi kaum Muslimin untuk bertanya banyak seputar hal yang berkaitan dengan halal dan haram dan larangan bertanya seputar hal yang belum terjadi, seperti ada seseorang yang bertanya tentang apa yang terjadi terhadap keluarganya. Padahal masalah yang ditanyakannya itu masih bersifat dugaan/perandaian.
Jadi, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diatas (hadits yang kita bicarakan) maksudnya adalah : barangsiapa yang tidak menyibukkan dirinya dengan memperbanyak bertanya tentang hal-hal yang tidak terdapat semisalnya dalam AlQuran ataupun as-Sunnah tetapi justeru kesibukannya hanya dalam memahami firman Allah dan Sabda RasulNya yang tujuannya semata-mata hanya agar dapat menjalankan segala yang diperintahkan kepadanya dan menjauhi segala yang dilarang baginya, maka orang semacam inilah yang dimaksud oleh hadits diatas dengan orang yang mendatangkan/melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah.
Sedangkan orang yang tidak memberikan perhatiannya untuk memahami apa yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya dan justeru banyak menyibukkan dirinya dengan menciptakan pertanyaan-pertanyaan yang masih bersifat kemungkinan; bisa terjadi dan bisa tidak, dan mencari-cari jawabannya berdasarkan pertimbangan logika semata, maka orang semacam ini dikhawatirkan termasuk orang yang telah melanggar hadits tersebut diatas yaitu melakukan larangan dan meniggalkan peritah yang ada.
Sesungguhnya banyaknya terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak bersumber sama sekali dari AlQuran maupun dari as-Sunnah lantaran meninggalkan kesibukan yang semestinya diarahkan kepada perbuatan melakukan perintah Allah dan RasulNya dan menjauhi larang-larangan keduanya. Jika saja orang yang ingin melakukan suatu pekerjaan bertanya tentang apa yang disyari’atkan oleh Allah berkaitan dengan pekerjaan tersebut (yang ditanyakannya) lantas dia menjalankan pekerjaan itu, begitu juga dia bertanya tentang pekerjaan apa yang dilarang oleh Allah lantas dia meninggalkan pekerjaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi masih dalam kaitannya dengan AlQuran dan as-Sunnah.
Sebab yang terjadi justeru sebaliknya, seseorang melakukan suatu pekerjaan berdasarkan logika dan hawa nafsunya semata, sehingga secara umum peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam kondisi yang bertentangan dengan apa yang disyari’atkan oleh Allah, dan dalam hal ini barangkali sangat sulit untuk merujuknya kembali kepada hukum-hukum yang telah disebutkan dalam AlQuran dan as-Sunnah karena sudah terlalu jauh dari keduanya.
Secara global, barangsiapa yang melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dalam hadits tersebut (yang kita bahas) dan menjauhi apa yang dilarang oleh beliau dan dia memfokuskan dirinya hanya pada apa yang diperintahkan kepadanya saja, terlepas dari yang lainnya maka dia akan mendapakan keselamatan di dunia dan akhirat sedangkan orang yang berbuat sebaliknya dengan menyibukkan dirinya berdasarkan pertimbangan logika dan perasaan semata, maka dia telah terjerumus kedalam apa yang dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam sama seperti halnya Ahlul Kitab yang binasa lantaran terlalu banyak bertanya dan berselisih dengan para Nabi mereka dan ketidaktundukan serta ketidakta’atan mereka kepada para Rasul yang diutus kepada mereka.
Permasalahan hadits diatas
Setidaknya terdapat tiga masalah yang dibicarakan para ulama seputar hadits diatas, yaitu: pertama, masalah bertanya tentang hal-hal yang tidak bermanfaat dan hal-hal yang masih diperkirakan akan terjadi. Kedua, masalah keutamaan meninggalkan al-Muharramât (hal-hal yang diharamkan) atas perbuatan ta’at yang sifatnya sunnah. Ketiga, masalah orang yang tidak mampu melakukan perintah secara keseluruhan tetapi hanya mampu melakukan sebagiannya saja.
i) Masalah bertanya tentang hal yang tidak bermanfaat dan hal-hal yang masih diperkirakan akan terjadi
Yang dimaksud dengan bertanya tentang hal yang tidak bermanfaat tersebut adalah adanya pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dilontarkan karena bisa saja hal tersebut berakibat jelek terhadap si penanya sendiri, begitu juga dengan masalah bertanya tentang hal-hal yang sebenarnya belum terjadi namun diperkirakan akan terjadi.
Sebab-Sebab dibencinya banyak bertanya perihal yang tidak bermanfaat
Diantara sebab dari adanya larangan banyak bertanya seputar hal-hal yang telah disebutkan diatas adalah ; Pertama, karena ditakutkan dengan pertanyaan semacam itu justru akan menurunkan beban syar’i (taklif) yang lebih berat lagi (karena Rasul masih hidup dan berbicara berdasarkan wahyu semata, maka datangnya jawaban tentang masalah yang dipertanyakan berarti perintah/taklif yang wajib dita’ati), seperti pertanyaan tentang apakah haji dilakukan setahun sekali atau tidak?
Dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad dan ditashhih oleh Ibnu Hibban, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang Islam yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan maka lantaran pertanyaannya hal itu (kemudian) diharamkan “.
Berkaitan dengan hadits ini, ada yang berpendapat bahwa hal itu khusus pada zaman Rasul saja, sedangkan setelah beliau wafat, hal itu bisa terhindarkan. Namun bukan lantaran itu saja sebenarnya sebab dibencinya bertanya tentang hal itu, tetapi ada sebab lainnya yaitu, sebagaimana yang diisyaratkan dalam ucapan Ibnu ‘Abbas, bahwa seluruh permasalahan agama yang diperlukan oleh kaum Muslimin pasti telah dijelaskan oleh Allah dalam KitabNya dan telah disampaikan oleh RasulNya sehingga tidak perlu lagi seseorang mengajukan pertanyaan sebab Allah Maha Mengetahui kemaslahatan hamba-hambaNya; sesuatu yang didalamnya diperuntukkan bagi kemaslahatan dan mendapatkan hidayah buat mereka yang tentunya Allah pasti menjelaskannya sebelum adanya pertanyaan , sebagaimana Allah berfirman, yang artinya : “…..Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat..”. (Q.,s. an-Nisa’/4: 176).
Maka oleh karenanya tidak diperlukan lagi pertanyaan tentang apapun apalagi sebelum terjadinya dan sebelum kebutuhan akan hal itu, akan tetapi keperluan yang sesungguhnya adalah bagaimana memahami apa yang telah diinformasikan oleh Allah dan RasulNya, kemudian mengikuti dan mengamalkannya. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sering ditanyai beberapa masalah maka beliau langsung merujuknya kepada AlQuran; seperti tatkala beliau ditanya oleh Umar tentang pengertian “al-Kalâlah”, maka beliau menjawab dengan sabdanya, yang artinya :”cukup bagimu (dalam masalah ini/al-Kalâlah) ayat ash-Shaif”. (H.R. Muslim dan Ibnu Majah).
Kedua, ditakutkan bahwa dengan pertanyaan itu justeru akan menimpa si penanya itu sendiri, dan karenanya Nabi sangat membenci pertanyaan semacam itu dan mencelanya, seperti pertanyaan yang berkaitan dengan hukum Li’an ; yaitu pertanyaan seseorang kepada Nabi perihal sesuatu yang masih merupakan dugaan/perandaian yang mungkin akan terjadi terhadap keluarganya dan ternyata lantaran pertanyaan itu hal tersebut benar-benar terjadi. (Lihat Musnad Ahmad, Shahih Muslim, Sunan at-Turmuzi dan Shahih Ibnu Hibban).
Jadi, bila himmah/keinginan si pendengar begitu mendengar perintah dan larangan hanya diarahkan kepada penciptaan masalah-masalah yang berpretensi kemungkinan terjadi dan kemungkinan tidak terjadi saja maka hal inilah yang termasuk dalam larangan tersebut yang dibenci untuk bertanya-tanya tentangnya sebab hal itu malah akan mematahkan semangat untuk mengikuti perintah tersebut.
Dan hal ini pula yang menyebabkan Ibnu ‘Umar memarahi seseorang yang bertanya kepadanya tentang hukum menyalami hajar aswad, maka lantas hal itu dijawab oleh Ibnu ‘Umar, yang artinya : “aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyalaminya dan menciumnya”. Orang tersebut berkata kepadanya : bagaimana jika aku tidak sanggup melakukannya karena sesuatu hal ? bagaimana jika sedang dalam keadaan berdesak-desakan? ..Lalu Ibnu ‘Umar menjawab :”jadikan ungkapanmu ‘bagaiman jika’ itu di negeri Yaman saja !(barangkali si penanya ini berasal dari negeri Yaman yang memang penduduknya suka membuat pernyataan semacam itu atau hal semacam itu merupakan kebiasaan yang ada di negeri Yaman-penj), aku telah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyalaminya dan menciumnya “. (dikeluarkan oleh at-Turmuzi).
Maksud Ibnu Umar dalam riwayat tersebut adalah bahwa jadikanlah keinginanmu semata-mata untuk mengikuti sunnah Rasulullah sehingga tidak perlu mengemukakan bayangan-bayangan kemungkinan tidak dapat melaksanakan hal itu atau lantaran sulitnya melakukan hal itu sebelum terjadi, karena hal itu justeru bisa mematahkan semangat untuk mengikuti sunnah Nabi. Bukankah tafaqquh (mendalami syari’at) hanya terdapat dalam agama dan bertanya tentang ilmu hanya dipuji bilamana hal itu untuk dilakukan/dipraktekkan bukan hanya untuk berdebat dan mencari muka?.
Sikap Salaf dalam masalah ini
Yang perlu diketahui, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tidak pernah memberikan keringanan/rukhshah bertanya tentang banyak masalah (yang tidak perlu) kecuali kepada delegasi-delegasi orang ‘Arab pedalaman (al-A’râb) dan orang-orang (yang kondisi keimanannya) seperti mereka yang datang kepada beliau. Hal itu (memberikan rukhshah kepada mereka) dilakukan oleh beliau dengan tujuan mendekatkan hati mereka dan melunakkannya.
Sedangkan orang-orang Muhajirin dan Anshor yang tinggal disekitar kota Madinah dan telah mantap keimanannya, maka hal itu (bertanya tentang banyak masalah yang tidak perlu tersebut) dilarang bagi mereka. Diantara saksi yang membenarkan statement ini adalah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari an-Nawwas bin Sam’ân, dia berkata: aku telah tinggal bersama Rasulullah selama setahun di Madinah dimana tidak ada satupun hal yang mencegah/melarangku berhijrah kecuali hanya satu permasalahan/pertanyaan saja, sedangkan salah seorang dari kami bila berhijrah mereka tidak pernah bertanya-tanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam .
Dan Dari al-Bara’ bin ‘Âzib, dia berkata, yang artinya :”Jika penghujung tahun telah datang kepadaku dan aku sebenarnya berkeinginan untuk bertanya tentang sesuatu kepada Rasulullah, lantas aku merasa takut untuk menyampaikannya maka kami hanya bercita-cita agar yang datang bertanya itu adalah orang-orang ‘Arab pedalaman (al-A’râb)”. (Musnad al-Kabir, karangan Abi Ya’la).
Ibnu ‘Abbas berkata, yang artinya :”Saya tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik dari para Shahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam ; mereka tidak bertanya kepada beliau kecuali tentang dua belas masalah saja, yang semuanya termuat dalam AlQuran : yaitu firman Allah : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi…”. (Q.,s,al-Baqarah/2 : 219). Dan firmanNya:”Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram..”. (Q.,s, al-Baqarah/2: 217). Dan firmanNya :Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim..” (Q.,s. al-Baqarah/2: 220)……hingga akhir hadits.
Berkaitan dengan pertanyaan seputar peristiwa-peristiwa yang belum terjadi, para shahabat bukannya tidak pernah menanyakan tentang hal itu tetapi mereka menanyakan hal itu, semata-mata untuk mereka amalkan begitu hal itu benar-benar terjadi, seperti pertanyaan Huzaifah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tentang fitnah yang akan terjadi, dan bagaimana mereka menyikapinya nanti. Begitu juga mereka pernah menanyakan kepada beliau tentang para Umara’ (pemimpin) yang beliau beritakan akan datang setelah beliau, bagaimana sikap mereka; mena’ati atau memerangi mereka. (H.R.Bukhari).
Ibnu ‘Umar berkata, yang artinya : “Janganlah kalian bertanya tentang hal-hal yang belum terjadi, karena sungguh! saya telah mendengar ‘Umar melaknat orang yang bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi”. (diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr). Begitu juga, Zaid bin Tsabit bila ditanyai tentang sesuatu, dia balik bertanya : apakah hal ini dulu memang begini ?, jika mereka menjawab : tidak, maka dia lalu berkata :”biarkan saja dulu hingga terjadi”.
Al-Hasan al-Bashri berkata, yang artinya :”Hamba-Hamba Allah yang paling jahat adalah orang-orang yang mengikuti/selalu menguntit masalah-masalah yang pelik yang dengannya membuat bencana bagi hamba-hamba Allah yang lain”.

Imam al-Auzâ’i berkata, yang artinya : “Sesungguhnya bila Allah menghendaki diharamkannya keberkahan ilmu seorang hamba, maka Dia akan melemparkan kesalahan-kesalahan/ucapan-ucapan ngawur ke lisannya. Sungguh aku telah melihat mereka sebagai orang-orang yang paling sedikit ilmunya”.
Alhasil, banyak sekali ungkapan dan perbuatan Salaf tentang ketidaksukaan mereka bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu dan yang masih berpretensi kemungkinan terjadi.
Sikap-Sikap para Ulama dalam mempertanyakan sesuatu yang belum terjadi
Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi beberapa kelompok :
1. Ahlul Hadits : mereka menutup rapat-rapat pintu bertanya tentang masalah tersebut (bab al-masâil) sehingga hal ini menyebabkan mereka kurang faqih dan kurang keilmuannya berkaitan dengan hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya dan mereka akhirnya menjadi pembawa fiqih yang tidak faqih.
2. Ahlur Ra’yi (pemuja akal) : mereka sebaliknya sangat memperluas bab ini, sehingga melahirkan banyak bab tentang ini (bab tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hal-hal yang belum terjadi); diantaranya ada yang terjadi menurut kebiasaan dan diantaranya ada yang tidak terjadi, dan mereka sangat disibukkan dengan hal ini dengan memberikan jawaban secara berlebihan (melebihi kemampuan mereka), memperbanyak perdebatan yang akibatnya melahirkan pula perselisihan hati dan memantapkan kemauan hawa nafsu, rasa permusuhan dan kebencian. Dan yang lebih menonjol lagi, adalah niat untuk selalu menang (dalam berdebat) dan mendapatkan pujian orang serta bersombong-sombong. Hal ini tentu saja amat dicela oleh ulama-ulama Rabbani, begitu juga banyak hadits menunjukkan keharaman perbuatan semacam ini.
3. Fuqaha’ Ahlul Hadits yang ‘Âmilin (yang mengamalkan hadits) : Keinginan mereka yang paling besar adalah mencari makna-makna AlQuran dan tafsiran-tafsirannya baik melalui sunnah-sunnah yang shahih, perkataan para shahabat atau orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Begitu juga mereka mencari/membahas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam ; dengan tujuan mengetahui mana yang shahih darinya dan mana yang tidak, mendalaminya (tafaqquh) dan memahaminya, mengetahui makna-maknanya, serta mengetahui perkataan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam berbagai disiplin ilmu ; Tafsir, Hadits, masalah-masalah halal dan haram, pokok-pokok sunnah, zuhud, raqâiq dan lain-lain.
Inilah metode yang dilakukan oleh Imam Ahmad dan orang-orang yang sependapat dengannya yang termasuk dalam kelompok ulama hadits yang Rabbani. Imam Ahmad selalu berkata, bila beliau ditanyai mengenai masalah-masalah baru yang belum terjadi, yang artinya: “tinggalkan kami (jangan sibukkan kami) dengan masalah-masalah baru yang diada-adakan ini ! “.
Ahmad bin Syubwaih berkata, yang artinya :”barangsiapa yang menginginkan ilmu kubur (‘Ilmul Qabri) maka hendaklah dia mengkaji atsar-atsar (hadits-hadits) dan barangsiapa yang menginginkan ilmu roti (‘Ilmul Khubzi) maka silahkan mengkajinya dengan ra’yun (logika)”.
ii) Masalah keutamaan meninggalkan al-Muharamât (hal-hal yang diharamkan) atas perbuatan ta’at yang sifatnya sunnah.
Diantara masalah lain yang dibicarakan para ulama berkaitan dengan hadits diatas (yang kita bicarakan), adalah masalah keutamaan meninggalkan al-muharramât atas perbuatan ta’at . Secara zhahirnya, yang dimaksud dengan perbuatan ta’at disini adalah perbuatan ta’at yang bersifat sunnah (bukan wajib).
Sedangkan inti dari pembicaraan mereka tentang hal ini adalah bahwa menjauhi/meninggalkan al-muharramât (hal-hal yang diharamkan) meskipun sedikit lebih utama daripada memperbanyak perbuatan-perbuatan ta’at yang bersifat sunnah, karena hal itu (menjauhi/meninggalkan al-muharramât) adalah wajib sedangkan mengerjakan keta’tan yang sunnah itu hukumnya adalah sunnah.
Masalah ini dapat disimpulkan dari potongan hadits diatas (yang kita bahas ini) yaitu dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, yang artinya : “Apa yang aku larang kalian dari (mengerjakan)-nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian untuk (melakukan)-nya maka datangkanlah/lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian”. Dalam hal ini, sebagian ulama berkata, yang artinya : “Dari potongan hadits diatas diambil kesimpulan bahwa larangan adalah lebih keras dari perintah, karena tidak pernah ada keringanan/rukhshah dalam melakukan suatu larangan sedangkan perintah selalu dikaitkan dengan istithâ’ah (kemampuan) dalam melakukannya”. Ucapan ini diriwayatkan dari Imam Ahmad.
iii) Masalah orang yang tidak mampu melakukan perintah secara keseluruhan dan hanya mampu melakukan sebagiannya
Dalam masalah ini, orang tersebut harus melakukan apa yang mungkin untuk dilakukannya. Kemudian masalah ini berkembang kedalam pembahasan masalah yang terkait dengan masalah-masalah fiqih, seperti thaharah, shalat, zakat fitrah, dan lain-lain. (untuk penjelasan yang lebih rinci lagi, lihat; kitab Jami’ul ‘Ulum wal hikam, karya Imam Ibnu Rajab al-Hanbali, rohimahulloh h. 253-257).
Intisari Hadits
· Anjuran untuk melakukan perintah Rasulullah sesuai dengan kemampuan yaitu dengan memberikan perhatian yang penuh terhadap apa yang datang dari Allah dan RasulNya, berijtihad dalam memahaminya, mengetahui makna-maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam amaliah sehari-hari.
· Para Salaf sangat berhati-hati dalam menyikapi pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang tidak perlu dan masih berpretensi kemungkinan akan terjadi bahkan cenderung menghindarinya hingga hal itu benar-benar terjadi.
· Dari satu sisi, bahwa meninggalkan al-Muharamât adalah lebih utama dari melakukan perbuatan ta’at yang sifatnya sunnah.
· Allah Ta’ala tidak membebankan taklif syar’i diluar kemampuan mukallaf dan dalam hal tertentu taklif tersebut berubah menjadi rukhshah/dispensasi sebagai kasih sayangNya kepada hamba-hambaNya sedangkan dalam masalah larangan maka tidak ada keringanan apapun untuk melakukannya bahkan taklifnya harus dilakukan secara total kecuali dalam keadaan darurat dimana dimaksudkan bukan untuk bersenang-senang serta mengumbar hawa nafsu.
· Diantara ciri-ciri umat-umat terdahulu adalah suka banyak bertanya tentang hal-hal yang tidak bermanfaat dan suka membantah Nabi-Nabi yang diutus kepada mereka dan hal itulah sebagai penyebab hancur dan binasanya mereka.
(Disarikan dari kitab “Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam”, karya Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rohimahulloh, juz. I, h. 238-257).

Bahaya Banyak Bicara


Banyak bicara merupakan sikap berlebihan yang paling banyak terjadi dan paling besar pengaruhnya. Tidak ada yang selamat dari sikap ini kecuali hanya sedikit.
Dalil-dalil yang menganjurkan untuk menjaga lisan dari banyak bicara
Allah berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir.”
(Qaaf: 18)

Senin, 01 April 2013

Wasiat Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam terhadap para suami


Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُُه كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ
“Berwasiatlah untuk para wanita karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk dan yang paling bengkok dari bagian tulang rusuk adalah bagian atasnya. Jika engkau ingin meluruskan tulang rusuk tersebut maka engkau akan mematahkannya, dan jika engkau membiarkannya maka ia akan tetap bengkok, maka berwasiatlah untuk para wanita”
(HR Al-Bukhari III/1212 no 3153 dan V/1987 no 4890 dari hadits Abu Hurairah)

Sepuluh wasiat untuk menjadi istri idaman suami


Berikut ini sepuluh wasiat untuk wanita, untuk istri, untuk ibu rumah tangga dan ibunya anak-anak yang ingin menjadikan rumahnya sebagai pondok yang tenang dan tempat nan aman yang dipenuhi cinta dan kasih sayang, ketenangan dan kelembutan.
Wahai wanita mukminah!
Sepuluh wasiat ini aku persembahkan untukmu, yang dengannya engkau membuat ridha Tuhanmu, engau dapat membahagiakan suamimu dan engkau dapat menjaga tahtamu.

Minggu, 31 Maret 2013

MERASA CUKUP DENGAN ALLOH


Jika manusia merasa cukup dengan dunia, maka hendaknya engkau merasa cukup dengan Alloh. Jika mereka berbangga dengan dunia, maka berbanggalah engkau dengan Alloh. Jika mereka merasa tenang dengan orang-orang yang mereka cintai, maka jadikanlah ketenanganmu dengan Alloh. Jika mereka berusaha mengenal dan mendekati raja-raja dan para pembesar mereka untuk meraih kemuliaan dan derajat yang tinggi, maka usahakanlah mengenal dan mencintai Alloh niscaya engkau mendapatkan puncak kemuliaan dan derajat yang tinggi.

Suami Istri Dunia Akhirat


Telah dimaklumi, kehidupan dunia adalah fana. Dan yang kekal ada di akhirat. Maka segala hal yang ada di dunia ini bersifat sementara dan akan binasa. Demikian pula berbagai hubungan yang dibangun di dunia ini, semuanya akan terputus, kecuali memang jika ada faktor penyebab yang akan melanggengkan hubungan itu sampai di akhirat.

Iya, faktor penyebab pertama dan utama sekaligus sebagai syarat untuk melanjutkan hubungan yang telah terjalin di dunia, adalah keimanan, tauhid dan ketakwaan. Karena tanpa adanya hal ini, hubungan apapun yang terjalin di dunia, akan berubah menjadi permusuhan di akhirat kelak.


Sabtu, 30 Maret 2013

Dosa Besar dalam Islam

Dosa-dosa besar dalam Islam seperti yang tersebut dalam Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad. Syamsuddin Adz-Dzahabi (شمس الدين الذهبن) dalam kitab Al-Kabair (Dosa-dosa Besar) menguraikan secara rinci perbuatan dosa yang masuk dalam kategori dosa besar lengkap dengan dalil-dalil dari Quran dan hadits. Di sini, hanya 5 (lima) dosa besar yang dicantumkan yang kami anggap sangat penting. Kelima dosa besar yang dicantumkan di bawah tidak termasuk syirik. Karena syirik sama dengan kufur yang berarti keluar dari Islam. Ketika seseorang keluar dari Islam, maka tidak ada lagi bahasan dosa.

Rabu, 27 Maret 2013

MenyakitiMu


بسم الله الرحمن الرحيم
Saudaraku …
Apa hukumanmu kepada seorang yang engkau amanahkan  sebagian  hartamu agar ia mengelolanya dengan cara yang telah disepakati, lalu ia mengingkari hartamu itu?
Jika engkau berkuasa dan sanggup untuk menghukumnya, apa yang akan engkau lakukan kepadanya?
Apa hukumanmu kepada seorang yang melanggar kehormatan rumahmu, dan merusak harga diri serta hartamu?
Apa yang akan engkau lakukan kepadanya, kalau engkau mempunyai kekuatan dan kemampuan?
Apa hukumanmu kepada seorang yang mengintip-intip aib rumahmu, mengintai keluargamu dari celah pintu?

Minggu, 17 Maret 2013

Mereka yang Terlaknat dalam Islam


1. Iblis

Allah ta’ala berfirman :
قَالَ لَمْ أَكُنْ لأسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ * قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ * وَإِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
“Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". Allah berfirman: "Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya laknat itu tetap menimpamu sampai hari kiamat" [QS. Al-Hijr : 33-35].

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ * قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ * َخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ * قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ * وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
“Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?". Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah". Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, sesungguhnya laknat-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan" [QS. Shaad : 75-78].

Sabtu, 16 Maret 2013

DIA yang Selalu Sibuk


Setiap waktu Dia dalam kesibukan (QS Ar Rahman :29)

Allah memuji dirinNya dengan sifat yang menunjukkan kekuasaan dan bahwa segala sesuatu telah terjadi  melainkan dengan izinNya.

Setiap saat Dialah yang menentukan, menurunkan dan mengangkat, memberi dan mencegah, mempersempit dan memperluas, memberi kekuasaan dan mencopotnya, mencukupi dan mengurangi, mematikan dan menghidupkan, menunjukan dan menyesatkan, membiarkan dan menguji coba.

Setiap saat Dia yang menentukan. Memberi orang fakir, memberi petunjuk orang yang bingung, menyembuhkan kan orang yang sakit, mengembalikan orang yang pergi, memberi petunjuk orang yan g sesat, mengeyangkan orang yang lapar dan memberi minum orang yang haus.

Setiap saat Dia yang menentukan. Menghancurkan orang yang melebihi batas, membuat hina orang yang durhaka, mengalahkan orang yang kafir, merendahkan musuh, menolong oprang yang dikasihiNya, menjaga orang yang salih, menolong orang yang butuh pertolongan, mengabulkan oang yang berdoa, menjaga orang yang dizalimi, memberi orang yang meminta, menyayangi mayat, megentaskan orang yang kkema musibah, menghancurkan kebatilan, dan mendukung kebenaran.

Setiap saat Dia yang menentukan. Mengganti malam dengan siang, mengirim kilat yang hampir menyambar pandangan orang, menjalankan kapal-kapal di lautan, menjaga par musafir dari kekhawatiran.

Setiap saat Dia yang menentukan. Dia menghilangkan kesusahan, menhyelesaikan urusan, mengampuni dosa dan kesalahan, melepaskan dan mengikat, mendahulukandan mengakhirkan, memberi pahala orang yang taat, menyayangi orang yang luput, menutupi orang yang berdosa.

Setiap saat Dia yang menentukan. Dia yang menumbuhkan biji-bijian,  mengetahui apa yang ada pada kandungan, menulis ajal, menghitung amal, menurunkan rezeki, melepaskan belenggu, memberi makan orang yang ada di daratan dan lautan, menjaga para musafir, mengetahui mata yang berkhianat dan apa yang tersimpan dalam hati.

Setiap saat Dia yang menentukan. Dia mengetahui rahasia-rahasia, mengetahui apa-apa yang ada dalam dada, mengabulkan doa orang yang terpaksa, menyelamatkan dari mara bahaya, menunjukkan dari kesesatan, membuat orang yang buta bisa melihat, dan memberi petunjuk orang yang kebingungan.

Sesungguhnya orang yang memandang dunia dengan  pandangan yang cermat dan berpikir tentang makhluk dan apa yang terjadi di bumi, orang itu akan takjub dengan kebesaran Tuhan yang Maha esa, keluasan ilmu dan pengawasan Allah SWT . Setiap gerakan diketahui , setiap lafal dihitung, setiap titik, kertas, daun atau buah terawasi. Dunia yang dipenuhi oleh hidup ddan mati, kaya dan miskin, baik dan buruk, damai dan perang, hidayah dan kesesatan, sehat dan sakit, semua terjadi ats izin Allay yang tidak samar bagiNya sesuatu yang samar. Maka Dia tidak bingung atas berbagai  perka a dan bahasa, dan ada satupun gerakan yang terlepada dari Nya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. Semua itu tidak mengurangi anugrah serta kebaikanNYa yang tersebar kemana-mana.

Dunia begitu penuh dan sibuk dengan pembangunan, produksi, perkawinan, reproduksi, persetujuan, perbedaan, damai, perang, jual beli, transportasi , sadar dan terlelap, hidup dan mati. Tetapi Allah lebih sibuk dari semua itu. Yang mengherankan adalah semua itu diketahui oleh Dzat Yang Maha Esa dan tempat bergantungnya segala sesuatu dan berjalan ats takdir dan pengaturannYa.  Bersyukur Tuhan kita adalah yang tidak pernah tidur dan mengantuk, sehingga kita yakin akan selalu penjagaan dan pemeliharaanNya. Tuhan yan g tidak pernah  kalah dan tunduk kepada makhluk bahkan  disalib! Allahu Akbar…

(Dr. Aidh Al qarni)

Selayaknya Baju


Seseorang tidak akan tahu bajunya kotor ataukah tidak; kecuali dengan dua syarat:

1. Ia TAHU dan dapat membedakan “apa itu kotor” dan “apa itu bersih”
2. Setelah ia tahu, maka ia senantiasa memperhatikan bajunya (dari terkotori kotoran atau tidak), dan kemudian senantiasa membersihkannya, serta terus menjaganya dari hal-hal yang mengotorinya.

Maka hendaknya kita perlakukan hal yang sama terhadap hati dan amal kita…
Sudahkah kita memperlakukannya kepada hati dan amal kita? adakah kita senantiasa memperhatikan dan menjaga hati dan amal kita?

Betapa sering kita dapati su’uzhan (terhadap orang yang tidak layak); bahkan kita biarkan hal tersebut menumpuk dalam hati kita, disebabkan kita tidak berusaha menghilangkannya?

Betapa sering kita dapati kedengkian dalam hati kita terhadap orang lain; bahkan kita biarkan hal tersebut menumpuk dalam hati kita, disebabkan kita tidak berusaha menghilangkannya?

Berapa banyak amalan kita yang terkotori dengan syirik ashghar (riya/sum’ah/ujub/takabbur), disebabkan kita tidak memperhatikan hati kita ketika kita hendak/sedang/telah melakukan amalan?

Betapa banyak amalan syirik/kufur akbar yang kita jatuh kedalamnya (sedangkan kita tidak menyadari), disebabkan hati kita jauh dari ilmu?!

Tidak tahukah kita akan “efek samping” dari banyaknya penyakit-penyakit hati yang senantiasa kita biarkan mengaung dalam hati? ketahuilah, segala penyakit itu akan berimbas kedalam amalan-amalan kita..

Tidak tahukah kita akan “efek samping” dari banyaknya amalan rusak yang dianggap remeh?! ketahuilah, ia hanyalah akan semakin merusakkan hati..

Jika su’uzhan (tanpa dasar) kita biarkan dalam hati.. maka hati akan mendorong kita untuk mengucapkannya.. dan ketahuilah perkataan yang hanya berdasar dengan prasangka adalah sedusta-dustanya ucapan (sebagaimana disabdakan nabi)..

Jika kedengkian dibiarkan dalam hati, maka kedengkian tersebut akan nampak dalam lisan dan amalan kita.. sehingga akan mewariskan lisan yang sering berdusta; dan juga meng-ghibah, namiimah serta berbagai perbuatan zhalim terhadap orang yang ia dengki..

Bagaimana lagi jika kesyirikan ashghar yang senantiasa dibiarkan dalam hati ?! tidak takutkah kita bahwa hal tersebut akan membawa kita kepada kesyirikan akbar, yang dapat mengeluarkan kita dari agama?!

Dan ketahuilah, orang yang terbiasa tidak memperhatikan hatinya.. maka ia tidak lagi peduli dengan amalan yang ia tampakkan.. atau mungkin akan melakukan pembenaran demi pembenaran dari kerusakan amalnya tersebut..
Sebagaimana halnya orang-orang yang tidak memperhatikan amalan-amalannya; hanyalah semakin memperparah penyakit didalam hatinya…

Mungkin kita lebih memperhatikan amalan orang lain, daripada memperhatikan amalan kita, sehingga kita lupa memperhatikan dan memperbaiki amalan kita… mungkin kita terlalu sering MENGIRA-NGIRA isi hati seseorang, sehingga kita lupa dengan apa yang ada dalam hati kita…
Hal ini bukanlah untuk menihilkan nasehat sesama muslim, apalagi nasehat terhadap orang yang dibawah tanggung jawabnya (anak/istri/murid)… tidak sama sekali…
Akan tetapi hendaknya semangatmu untuk memperbaiki dirimu, SEBAGAIMANA semangatmu untuk memperbaiki orang lain…

Engkau inginkan DIRIMU BAIK, kemudian engkau menginginkan hal yang sama terhadap orang lain sebagaimana engkau ingin dirimu baik… inilah yang diajarkan dalam islaam..
Maka jangan sampai berpemahaman “engkau inginkan orang lain menjadi baik, tapi engkau lupa terhadap dirimu sendiri”… ini adalah pelecehan terhadap dirimu sendiri…

Ketahuilah… telah berkata maimun bin mahran:
“Seorang hamba TIDAK TERMASUK golongan orang-orang bertakwa, SAMPAI IA MENGOREKSI DIRINYA (SENDIRI) MELEBIHI DARI KOREKSINYA TERHADAP REKANNYA…”
Semoga bermanfaat

Sumber:
http://abuzuhriy.com

Kamis, 14 Maret 2013

Empat Golongan Penyebab Hilangnya Islam


Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

وقال محمد بن الفضل الصوفي الزاهد ذهاب الاسلام على يدي اربعة اصناف من الناس صنف لا يعملون بما يعلمون وصنف يعملون بما لا يعلمون وصنف لا يعملون ولا يعلمون وصنف يمنعون الناس من التعلم قلت الصنف الاول من له علم بلا عمل فهو اضر شيء على العامة فإنه حجة لهم في كل نقيصة ومنحسة والصنف الثاني العابد الجاهل فإن الناس يحسنون الظن به لعبادته وصلاحه فيقتدون به على جهله وهذان الصنفان هما اللذان ذكرهما بعض السلف في قوله احذروا فتنة العالم الفاجر والعابد الجاهل فإن فتنتهما فتنة لكل مفتون فان الناس إنما يقتدون بعلمائهم وعبادهم فإذا كان العلماء فجرة والعباد جهلة عمت المصيبة بهما وعظمت الفتنة على الخاصة والعامة والصنف الثالث الذين لا علم لهم ولا عملوإنما هم كالانعام السائمة والصنف الرابع نواب ابليس في الارض وهم الذي يثبطون الناس عن طلب العلم والتفقه في الدين فهؤلاء اضر عليهم من شياطين الجن فانهم يحولون بين القلوب وبين هدى الله وطريقه فهؤلاء الاربعة اصناف هم الذين ذكرهم هذا العارف رحمة الله عليه وهؤلاء كلهم على شفا جرف هار وعلى سبيل الهلكة وما يلقى العالم الداعي الى الله ورسوله ما يلقاه من الاذى والمحاربة الا على ايديهم والله يستعمل من يشاء في سخطه كما يستعمل من يحب في مرضاته إنه بعباده خبير بصير ولا ينكشف سر هذه الطوائف وطريقتهم إلا بالعلم فعاد الخير بحذافيره الى العلم وموجبه والشر بحذافيره الى الجهل وموجبه

“Telah berkata Muhammad bin Al-Fadhl Ash-Shuufy Az-Zaahid : Hilangnya Islam itu disebabkan oleh empat golongan manusia :

1. Orang yang tidak beramal dengan apa-apa yang ia ketahui.

2. Orang yang beramal dengan apa apa-apa yang tidak ia ketahui (beramal tanpa ilmu).

3. Orang yang tidak beramal dan juga tidak berilmu.

4. Orang yang menghalangi manusia untuk belajar menuntut ilmu.

Aku (Ibnul-Qayyim) berkata :

Golongan Pertama, adalah orang yang mempunyai ilmu namun tidak mau beramal. Mereka ini lebih berbahaya terhadap masyarakat, sebab ia menjadi hujjah bagi mereka dalam setiap kekurangan dan kesulitan.

Golongan Kedua, adalah ahli ibadah namun bodoh (jahil). Manusia berprasangka baik dengannya karena ibadah dan kebaikan yang dilakukannya. Maka mereka pun mengikutinya disebabkan atas dasar kejahilan yang dilakukan oleh orang tersebut.

Kedua golongan di atas telah disebutkan oleh sebagian ulama salaf dengan perkataan mereka : ”Hati-hatilah terhadap seorang ’alim yang fajir dan seorang ahli ibadah yang jahil, karena fitnah keduanya merupakan fitnah bagi setiap orang yang terfitnah”. Sesungguhnya manusia itu akan mengikuti ulama dan ahli ibadah di kalangan mereka. Apabila ulama itu adalah seorang yang fajir (senang bermaksiat) dan ahli ibadah itu adalah seorang yang jahil, maka meratalah musibah (bagi manusia) akibat keduanya. Menjadi besarlah fitnah, baik bagi kalangan tertentu dan juga masyarakat awam.

Golongan Ketiga, adalah orang yang tidak berilmu lagi tidak beramal yang mereka ini seperti binatang ternak.

Golongan Keempat, adalah para utusan Iblis di muka bumi yang (bertugas) melemahkan semangat manusia dalam menuntut ilmu dan ber-tafaqquh fid-diin (mendalami ilmu agama). Mereka ini lebih berbahaya dibandingkan syaithan-syaithan dari golongan jin. Mereka senantiasa memberikan tipu muslihat antara hati-hati manusia dan petunjuk/jalan Allah (yang lurus).

Keempat golongan yang disebutkan oleh Muhammad bin Al-Fadhl – rahmatullaahi ’alaih –, kesemuanya berada pada tepi jurang dan di atas jalan kebinasaan. Dan tidaklah akan ditemui suatu bahaya dan permusuhan yang menimpa seorang yang ’alim yang menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali disebabkan oleh (kejahatan) tangan-tangan mereka. Allah akan menjadikan siapapun yang dikehendaki-Nya (untuk beramal dengan amalan) yang menjadi sebab kebencian mereka terhadapnya sebagaimana Dia akan menjadikan orang yang Dia cintai untuk beramal dengan apa-apa yang menjadi keridlaan-Nya. (Allah ta’ala telah berfirman : ) ”Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-Nya lagi Maha Melihat” (QS. Asy-Syuuraa : 27). Tidak ada yang dapat menyingkap rahasia dan thariqah golongan-golongan ini kecuali dengan ilmu. (Dengan hal itu), maka kembalilah kebaikan dengan segala unsurnya kepada ilmu dan segala pendorongnya; dan kembalilah kejelekan dengan segala unsurnya kepada kebodohan dengan segala pendorongnya pula”.

[SUmber: Miftaah Daaris-Sa’aadah oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, 1/160-161; Daarul-Kutub Al-’Ilmiyyah, Beirut - Abu Al-Jauzaa’, http://abul-jauzaa.blogspot.com].

Semoga kita tidak termasuk salah satu di antara empat golongan tersebut.....

Rabu, 13 Maret 2013

Tidak Boleh Merusak Kepemimpinan Suami


Diriwayatkan dalam sebuah hadis :

Dari Abi Bakrah, dari nabi SAW, sabdanya ,” Binasalah kaum laki laki yang mentaati para wanitanya.” (HR Ahmad dan Thabarani)

Unit keluarga adalah tempat pembinaan kehidupan bermasyarakat yang utama dan pertama. Tulang punggung lalu lintas keluarga adalah suami isteri. Karena itu, penegakkan disiplin kepemimpinan dalam keluarga sangat mutlak. Inilah ide atau fikiran dasar yang harus dihayati lebih dahulu oleh setiap unit keluarga.

Sebenarnya apa tujuan manusia bersuami isteri itu? Apakah sekadar untuk penyaluran nafsu biologis dan tidak kesepian saja? Apakah seorang wanita mau menjadi isteri karena ia ingin terlihat sebagai wanita yang laku atau supaya tidak dicemooh di masyarakat?

Allah ciptakan manusia berpasangan adalah untuk mengisi dunia ini sebagai kesempurnaan ciptaanNya. Fungsi dan posisi manusia di dunia ini adalah sebagai khalifatullah. Lalu apa pengertian khalifatullah itu? Apakah yang menjadi khalifatullah itu hanya laki laki saja, wanita saja atau laki laki bersama wanita ?

Menjadi khalifatullah itu artinya menjadi pengelola, pengurus dan pemakai seluruh fasilitas di dunia ini untuk dijalankan sesuai dengan syariatNya. Hal ini berarti manusia bertanggung jawab atas baik dan buruknya keadaan dunia ini, baik keadaan fisik, yaitu alam lingkungan maupun psikis, yaitu kondisi masyarakat.

Karena itu, untuk menunaikan tugas khalifatullah itu perlu adanya tata manajemen yang baku sesuai fitrah yang Allah ciptakan sejak asal mulanya. Bagaimana ketetapan Allah tentang tatanan masyarakat manusia ini ? siapa yang Allah tetapkan sebagai kepala? Dalam QS AnNisa 34 Allah tegaskan bahwa yang menjadi kepala, pemimpin adalah kaum lelaki. Dengan sangat jelas Allah kisahkan perjalanan sejarah manusia sejak Adam As, bahwa yang selalu diangkat menjadi utusan Allah adalah laki laki, sekali kali tidak pernah wanita.

Apakah Allah itu bertindak diskriminatif? Sebenarnya ukuran dan patokan apakah yang anda gunakan untuk menilai Allah itu pilih kasih? “ Ya, karena yang dipilih jadi kepala, ketua atau pemimpin hanya laki laki saja.” Kalau itu alasan anda, mengapa anda tidak mengatakan bahwa Allah juga pilih kasih dalam memperlakukan makhluk lainnya? Mengapa sapi boleh dipotong dan disantap oleh manusia, sedangkan manusia tidak boleh diperlakukan demikian oleh sesamanya atau oleh hewan? Mengapa hanya manusia yang Allah beri akal, sedangkan hewan tidak? Kiranya anda, sebaiknya juga menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut agar diperoleh pemikiran yang adil dalam menilai tindakan Allah.

Bukan hanya Allah itu Maha Kuasa lagi Maha Perkasa, lalu menetapkan laki laki sebagai sentral kepemimpinan, melainkan Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha luas hikmahNya. MakhlukNya itu telah dirancang bangun sedemikian telitinya dan kokoh, sehingga setiap sesuatu punya tempat yang pas pada posisi dan fungsinya.

Jadi, dalam hubungannya dengan tata kehidupan suami isteri, Allah telah tetapkan bahwa isteri adalah wakil suami dan tidak boleh diputar balikkan. Sebagai isteri ia wajib menghormati posisi suami sebagai pemimpin dan tidak boleh merusak kepemimpinan itu !.

Bagaimana contoh seorang isteri merusak kepemimpinan suami itu?

Sebagai contoh , seorang isteri memutuskan membeli apa saja perabotan misalnya, padahal suaminya tidak pernah dilibatkan dan tidak diajak berunding sama sekali atau suami tidak setuju isteri membeli perabotan itu, tapi sang isteri tetap jalan terus. Tindakan isteri seperti ini sudah merusak kewibawaan suami di tengah keluarga. Dengan tindakannya itu isteri telah menciptakan ketegangan pada diri suami, bahkan membuat kepemimpinan suami hancur.

Untuk contoh yang lebih sepele, suatu saat isteri diperintah suami untuk merapikan pakaiannya tetapi ditundanya karena ingin berbincang bincang dengan temannya semasa sekolahnya dahulu. Sikap isteri ini sudah lebih jauh merusak kewibawaan suami di mata orang lain. Perbuatan seperti itu jelas menghancurkan martabat kepemimpinan suami. Nah, contoh contoh lain dapat anda cari sendiri.

Jadi, menghormati kepemimpinan suami adalah bagian dari ibadah kepada Allah dan merusak kepemimpjnan suami adalah termasuk durhaka kepada Allah. Apa sebab? Karena memang begitulah syariat islam mengaturnya.

Sumber:
http://www.eramuslim.com